Hari baru.
Saat aku akhirnya menemukan seseorang yang bisa
menggantikanmu meminjamkan telinganya padaku. Mungkin ia tak suka rela, mungkin
iba, mungkin tertarik. Atau entah apa namanya itu. Ia sama sepertimu. Bukan dari
fisiknya, tapi bagaimana ia bertutur, bagaimana ia menanggapi dan
mendengarkanku bicara. Ya ia bagaikan dirimu. Meski ia lebih muda dari padamu. Yes,
my dearest brother. I said yes.
Dia seseorang yang sedari awal memiliki pasangan. Jadi rasanya
tak perlu khawatir timbul cemburu, seperti dulu padamu. Aku tak perlu khawatir
perhatian terbagi karena dari awal aku tahu seberapa besar porsiku. Mungkin ini
hanya pelarian, mungkin kenyamanan. Sejauh ini yang kutahu hanya, aku bisa
menunjukkan ekspresi sebenarnya. Jauh dari rasa tertekan yang lebih dari enam
bulan ini mengikuti.
Terima kasih Tuhan, Engkau maha baik. Beri terang dalam
setiap duka yang hitam. Penghibur terbaik yang pernah kumiliki. Meski aku hanya
akan meminjam telinganya sesaat saja, namun rasanya melegakan saat ia
mengijinkannya. Menenangkan saat ia mau membagi tawa yang tulus, seperti yang
pernah koko berikan.
Terima kasih Allah, terima kasih koko.
Terima kasih koko… you’re my best.