Kamis, 29 Mei 2014

Memoar Tentangmu di Hari lembur Ini ( Hank )



Hank Ahimsha, rasanya aku tidak bosan untuk menuliskan namamu. Mau bagaimana, kamu tidak dan jarang menurut apa mauku. Bahkan setelah kepergianmu, dan aku ingin sekali saja hadir dimimpiku, kamupun enggan. Seperti saat aku ingin kamu berhenti menggoda dan menertawakanku, kamu enggan. Meskipun sebenarnya aku menyukai caramu mengembalikan sifat baikku, terkadang rasanya menjengkelkan sekali. Namun sepertinya benar adanya, bahwa ketika orang yang kita sayangi pergi, hal yang akan paling dirindukan adalah hal yang paling menjengkelkan.
Kamu sudah aku anggap kakak sendiri, entah apa kamu benar menganggapku adikmu. Yang aku tau banyak orang menyukai sifatmu. Dan itu harus menjadi perhatian tersendiri, karena sepertinya banyak diantara temanmu yang akhirnya saling berteman. Tapi tidak denganku. Aku denganmu, ya sudah denganmu. Tidak dengan yang lain, meskipun ingin tapi seperti ada dinding yang sulit diruntuhkan. Dan nama dinding itu adalah ketakutan.
Sebenarnya, terkadang aku sudah mulai bisa melupakan kesedihan atas kepergianmu. Aku sudah mampu tertawa dengan keras, aku mampu melupakan saat dimana aku menangis yang terlalu. Sakit terlalu hingga akhirnya kamu membisu untuk beberapa saat. Dan mulai tertawa, atau lebih tepatnya menertawaiku yang begitu lemah. Sejenak aku akan merasa kamu begitu kejam, jahat, dan tak manusiawi. Namun memang cara itu yang sering kali menyadarkanku untuk kembali berpijak di bumi. Dengan kata lain, aku merindukan cara itu lagi, setelah setahun berlalu.
Jika beberapa orang salah mengartikan perasaanku padamu, aku tak mengapa. Bukan urusanku membenarkan paham dalam otak mereka. Kekagumanku, mungkin memang berlebih. Seperti saat aku bilang aku menyukaimu, sangat suka. Kamu tersenyum lalu tertawa. Aku tau, kamu tak akan salah mengartikan rasa sukaku. Kamu seperti matahari yang selalu membakar, tapi bisa seperti bulan yang lembut, yang sering ku sambangi, menurut punggungku tiap pergi sampai dini hari. Saat kuceritakan lelaki yang telah memanahku tepat di jantung, mematikanku. Kamu tertawa, kamu seperti perpanjanganku, mengekspresikan tiap hal yang terjadi padaku. Aku tak harus khawatir tak bisa menunjukkan ekspresiku. Karena kamu mencerminkannya untukku.
Terima kasih untuk empat tahun yang indah ini. Sangat singkat, dibandingkan lainnya yang lebih dulu mengenalmu. Saat aku bilang usiamu dua puluh enam tahun, dan aku bilang suka keningmu yang lebar, kemudian ku bilang foto favoritku saat kamu berdiri di belakang ban truk. Saat itulah kita mulai lebih akrab. Saat kemudian kamu, satu – satunya yang memanggilku maddy, bahkan sampai kamu tau nama asliku, kamu tetap memanggilku begitu. Dan aku, kemudian lebih suka memanggilmu koko nyonyo. Atau Cuma ko, atau ayah, atau bapak, atau kakak. Dan setiap aku bilang begitu, kamu akan membalas dengan sapaan, my unborn daughter.
Kamu mungkin sudah usai berkalang tanah. Tapi kamu hidup, dalam hatiku sebagai kenangan paling indah. Saat ini. Kamu, contoh manusia ideal yang aku kenal. Kamu yang mengakui dirimu sebagai manusia, bahkan tanpa bertutur. Terima kasih ko, untuk setiap kesempatan mengenal, dan meniru sifat baikmu. Terima kasih untuk tiap kesempatan menjadi lebih dewasa dengan mengetahui sedikit sisi kelammu. Aku menyukaimu, sangat suka.

Sumber Gambar : facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar