Tahun 1993
Putri kecil si lelaki sudah tumbuh lebih besar, sudah bisa berjalan meski tertatih. Ia begitu bangga membawa sambil memamerkannya. Sampai suatu ketika si lelaki mendapat tawaran kerja dengan gaji yang menggiurkan. Saat itu yang terpikir adalah, ia bisa lebih membuat nyaman putrinya. Ia pasti bisa menyediakan susu yang berkualitas, ia pasti akan memberi hidup yang lebih layak untuk putri kecilnya.
Sudah berjalan seminggu. Lelaki ini bekerja saat putrinya masih tertidur lelap, dan pulang saat putrinya sudah bermimpi indah. Ia masih mampu menahan diri, hanya mengamati wajah polos putrinya. Sampai akhirnya si istri protes. Ia mulai diserang rasa takut jika anaknya tak mengenal ayahnya lagi. Pola kerja itu telah menghantuinya, dan rasa takutnya hanya ditertawakan si lelaki. Ini konyol baginya. Kemudian sampai si lelaki melihat sendiri bagaimana putrinya bergidik takut saat ia mengulurkan tangannya untuk memeluk. Adalah pukulan besar saat anaknya mengasingkan dirinya. Dan kemudian si lelaki berhenti dari kerjanya. Ia tak rela senyum anaknya bukan lagi untuknya.
Tahun 1996
Hari ini hari pertama putrinya masuk TK. Lelaki inipun tak sabar mengantarkan putri cantiknya ke sekolah. Dengan semangat penuh, ia kayuh sepedanya ke sekolah. Ia hanya diam sambil tersenyum simpul. Sesekali senyumnya terlalu lebar saat melirik putinya yang polos dalam seragam TK. Ya, putrinya masih tak mengerti akan dibawa kemana. Hari itu ia mengantar putrinya sama seperti orang tua yang lain. Dan si laki – laki telah membayangkan hari – hari sibuknya mengantar sang putri, pasti mengasyikkan.
Sudah seminggu sejak putrinya masuk sekolah. Seperti biasa, ia akan menunggu putrinya melewati gerbang dan masuk kelas. Namun putrinya hanya mematung diluar gerbang, tatapannya sedikit kosong. Ia tak mengerti, sedikit memaksa, ia suruh putrinya masuk. Putrinya hanya diam sambil menggeleng mantap. Kemudian putrinya berkata lirih, ia ingin ayahnya pulang. Ia hanya akan masuk kelas saat ayahnya sudah benar – benar pergi dari sana. Si lelaki sedikit tersentak, itu pertama kalinya ia diminta menjauh oleh putrinya. Dan ia terpaksa menurutinya, karena putrinya berkeras di gerbang sampai si ayah menjauh dari sana.
Sekali lagi si lelaki harus menelan kecewa, saat putrinya menolak diantar ke sekolah. Putrinya memohon untuk berangkat bersama teman – temannya. Ia merasa kehilangan putri kecilnya. Si lelaki merasa bangga dan sedih sekaligus, saat kemandirian si anak datang terlalu dini di tahun ke lima usianya. Ia harus cukup puas menyiapkan bubur kacang hijau kesukaan anaknya di pagi hari, dan mencium mesra saat anaknya terlelap dalam mimpi.
Hidup juga harus memilih. Ketika kamu harus memilih mendapatkan lahir, atau bathin. Tak ada yang salah manapun yang kamu pilih, kamu hanya harus tahu apa konsekuensinya. Salah ketika seseorang memberikan opini negative apapun yang kamu pilih, karena hanya kamu sendiri yang tahu dan harus menanggung, apapun akibatnya. Karena ketika kamu memilih, kamu belajar menentukan arah masa depanmu. Dan apapun akibatnya, akan menjadi referensi perjalanan hidupmu kedepannya.
Si Lelaki dan putrinya |
Tahun 1993 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar