Selasa, 08 Mei 2012

Cara Pergimu

Mungkin seperti itu caramu mengakhiri hubungan dengan seorang pria. Menanyakan siapa Tuhannya, memberi argument tak puas, kemudian meninggalkannya, menyuruhnya merenung. Sama seperti bagaimana kamu menanyakan Tuhanku yang berbeda dengan Tuhanmu. Kamu tahu aku, bukan seorang religius, bukan alim yang mengerti semua tentang Tuhan. Kamu pasti tahu, aku sendiri sedang mencoba mencintai Tuhan lebih dalam, aku ingin lebih dekat denganNya. Dan sungguh kamu terlalu kejam melakukannya padaku yang begitu menyayangimu.
Kita bertemu lewat dunia maya.  Aku tak tahu apakah kamu tahu perasaan cintaku padamu. Kamu seakan menghembuskan angin surga, kemudian mementalkannya jauh – jauh. Kamu sering begitu jahat padaku. Jika kata jahat ini terlalu aneh dikatakan lelaki sepertiku, aku mungkin akan mengatakan, kamu keterlaluan. Terkadang aku merasa kamu begitu pengertian, saat aku bicara mengenai apa saja, kamu akan diam tersenyum dengan mata kecilmu yang membulat. Kamu akan mengangguk kegirangan saat aku menawarkanmu segala hal yang kamu suka. Dan akan tertawa riang, saat berhasil mengalahkanku dalam sebuah permainan. Tapi sikapmu bisa semudah itu juga berubah dingin, ketika aku terpuruk, kamu malah menjauh, tak peduli aku. Terlebih saat kau tanyakan dimana Tuhanku, matamu berkilat marah saat aku menggeleng lemah, tak mampu memberi tahu dimana Tuhan berdiam. Sungguh ingin kuumpat kamu saat itu. Keanggunanmu berubah memuakkan saat kau Tanyakan Tuhanku. Aku bagaikan pecundang, bergumul untuk memerangi wanita mungil sepertimu.
Kadang aku rindu kala kita bercumbu. Melupakan sedikit amarah, sedikit sesak, dan meluapkan rasa sayang yang berbesit lirih. Menumpahkan segala pujian hingga kita mabuk. Kidung nafsu cinta itu sedikit membuai kita, melupakan dia yang terlalu sering merasuki hidupku. Dia yang mencemari udara pagiku dengan teriakan perihnya. Dia yang mengoyak imajiku tentang kamu dengan mata merahnya yang panas. Dia yang selalu membuatmu tersenyum kecut, menggetarkan tawamu yang merdu, hanya dengan kuceritakan bagaimana ia memperlakukanku. Kamu, wanita tercantikku. Hanya kamu yang mampu mengoyak hancur cintaku, dan menyambung kepingannya dengan tetes airmatamu.
Aku getir sendiri. Ngilu merajam hati kecilku. Aku membencimu, namun terlalu mencintai. Aku tak pernah benar benar murka di hadapmu. Aku menahan gejolak panas dadaku, menahan jantung yang detaknya berdebum di otakku. Aku terlalu lemah melihat leleh panas di matamu. Aku tak pernah sanggup mengangkangi inginmu. Aku tak pernah bisa meluluhkanmu, memintamu membagi sedikit jemari untuk membelai halus ragaku. Aku tak pernah sedikitpun bisa memaksamu tinggal. Aku merasa begitu lemah dalam mata sayumu yang perih.
Kali ini kamu pergi. Pergi terlalu lama. Setelah kau tanya tentang Tuhanku, berlalu pergi meninggalkan perih yang menganga dalam dadaku. Gadis, mengapa kau pergi? Ketika kau tau aku berkeras dengan Tuhanku. Dan kamu menjauh, bersama Tuhanmu yang menabahkanmu. Tuhan yang telah menyunggingkan senyum dalam ratap sakitmu. Dan aku kalah lagi, dengan Tuhanmu. Sungguh aku benci kekalahan ini.
Begitulah caramu pergi, menanyakan siapa Tuhanku….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar